KemenPPPA dan KemenkumHAM Ciptakan Pemberdayaan Perempuan, Inklusivitas, dan HAM bagi Pelaku Usaha dan Bisnis
Siaran Pers Nomor: B-113/SETMEN/HM.02.04/3/2023
Jakarta (14/3) – Hak asasi manusia (HAM) menjadi bagian penting dan tidak dapat dipisahkan dalam setiap aspek pembangunan di Indonesia, salah satunya dalam aspek ekonomi dan bisnis yang memegang peranan penting dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan suatu negara. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Ikatan Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia (PIMTI) menyelenggarakan webinar Pelaku Usaha Perempuan dalam Konteks Bisnis dan HAM pada Senin (13/3).
“KemenPPPA berkomitmen untuk menjamin dan melindungi hak asasi setiap manusia khususnya perempuan pelaku usaha di dunia bisnis sebagaimana tercantum pada 5 (lima) Arahan Presiden Republik Indonesia kepada kami, yakni peningkatan pemberdayaan perempuan dan kewirausahaan yang bersepektif gender,” ujar Deputi Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N. Rosalin, yang juga Ketua Presidium PIMTI.
Komitmen perwujudan kesetaraan gender tercantum jelas di dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang ke-5, Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan. Pada tujuan tersebut, reformasi dalam memberikan hak yang sama kepada perempuan terhadap sumber daya ekonomi menjadi target yang perlu dicapai.
Lenny mengungkapkan, United Nation Global Compact (UNGP) dan United Nation Women (UN Women) meluncurkan Women’s Empowerment Principles (WEPS) pada 2010 untuk memandu dunia usaha/bisnis melalui kerangka kerja dalam memastikan pemenuhan atas hak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi perempuan serta pemberdayaan perempuan. Adapun prinsip-prinsip tersebut turut disampaikan oleh Lenny, diantaranya (1) kesetaraan gender dalam kepemimpinan perusahaan; (2) kesetaraan gender di tempat kerja; (3) kesehatan dan keamanan kerja; (4) pendidikan dan pelatihan untuk perempuan; (5) pengembangan usaha dan rantai pasokan; (6) kesetaraan melalui advokasi komunitas; dan (7) pengukuran dan pelaporan.
“Untuk mendorong kesetaraan gender serta menciptakan bisnis yang berkelanjutkan, dibutuhkan pemimpin yang mampu mempromosikan kebijakan responsif gender, mendorong inklusivitas, serta dapat mendorong peningkatan kinerja,” tutur Lenny.
Dalam memastikan terselenggaranya kesetaraan gender pada bidang ekonomi dan bisnis, Lenny mengemukakan, KemenPPPA telah melakukan berbagai upaya yang berhasil dituangkan ke dalam berbagai kebijakan seperti Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja, Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja, pelatihan kewirausahaan perempuan berspektif gender, peningkatan literasi digital dan literasi keuangan, serta penyusunan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKI-P).
“SNKI-P diluncurkan pada 9 Juni 2020 untuk memastikan bahwa perempuan di Indonesia memiliki pengetahuan, kapasitas, sumber daya, dan peluang untuk mencapai dan menikmati pemberdayaan ekonomi. Kami juga berkomitmen untuk menyediakan layanan keuangan yang adil dan inklusif serta program-program yang responsif terhadap keragaman kebutuhan perempuan,” jelas Lenny.
Direktur Kerjasama HAM, Hajerati menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah memiliki kebijakan nasional dalam melembagakan bisnis dan HAM dengan menyusun Strategi Nasional Bisnis dan HAM (STRANAS BHAM) dan pembentukan Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) serta Gugus Tugas Daerah Bisnis dan HAM (GTD BHAM).
“STRANAS BHAM merupakan implementasi dari prinsip pedoman bisnis dan HAM yang dikeluarkan oleh Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu United Nations Guiding Principle of Business and Human Rights (UNGPs BHR) dimana terdapat 3 (tiga) pilar tanggung jawab negara berupa perlindungan, penghormatan, dan pemulihan,” kata Hajerati.
STRANAS BHAM mengimplementasi prinsip-prinsip tersebut melalui penyusunan aksi prioritas bisnis dan HAM yang akan dievaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali serta mengingkatkan akses pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM akibat aktivitas bisnis yang dijalankan oleh suatu korporasi.
“Peranan STRANAS BHAM dan GTN/D BHAM menjadi sangat krusial di tengah maraknya kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi di Indonesia. Banyak ditemukan bentuk pelanggaran HAM seperti masalah tanah dan hak masyarakat adat dengan kasus-kasus yang terkait dengan deforestasi, penggusuran paksa, dan pemindahan; pelanggaran hak-hak pekerja, seperti upah tidak layak, pemutusan kontrak sepihak, kerja overtime; dan masalah pencemaran lingkungan, limbah, pestisida, dan pupuk kimia berbahaya,” jelas Hajerati.
Lebih lanjut, Hajerati mengatakan, STRANAS HAM diharapkan dapat memberikan arahan, mendorong pencegahan dan pemulihan efek negatif dari kegiatan bisnis, meningkatkan sinergitas, mendorong koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pemangku kepentingan lainnya dalam memastikan terselenggaranya HAM pada bisnis.
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Founder Rorokenes, Syahnaz Nadya Winanto Putri untuk berbagi dan menyampaikan praktik baik dari terselenggaranya kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan HAM dalam bisnis kerajinan tas lokal yang dilakoninya.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id