Gencarkan Sosialisasi UU TPKS, KemenPPPA Ajak SPSI Hapuskan TPKS Di Tempat Kerja
Siaran Pers Nomor: B-487/SETMEN/HM.02.04/09/2022
Jakarta (29/9) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyelenggarakan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) bagi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) pada 28 September 2022 secara hybrid dalam rangka peningkatan pemahaman serikat pekerja akan kehadiran UU TPKS yang dapat memberikan keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual, salah satunya di tempat kerja.
“Pada 9 Mei 2022 silam, Presiden Joko Widodo secara resmi mengundangkan UU TPKS yang telah diperjuangkan dengan perjalanan yang cukup panjang. Kehadiran UU TPKS ini merupakan angin segar bagi perempuan dan anak Indonesia yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual karena UU TPKS bersifat lex specialist yang dapat memberikan perlindungan secara komprehensif dari hulu hingga hilir dengan mencegah, menangani, melindungi, memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidak berulangan kekerasan seksual,” ujar Plt. Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KemenPPPA, Indra Gunawan dalam sambutannya, Rabu (28/9).
Indra menuturkan, sebelumnya penanganan kasus kekerasan seksual diatur atau tersebar dalam sejumlah Undang-Undang lainnya. Kini, dengan hadirnya UU TPKS, semua pengaturan terkait kasus tindak pidana kekerasan seksual diatur di dalam satu payung yang menjamin hak korban dan hukum secara terpadu. UU TPKS juga merupakan bentuk konkrit dari kehadiran negara untuk memberikan keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Oleh karena itu, upaya percepatan implementasi UU TPKS menjadi kebutuhan bersama agar para korban mendapatkan keadilan serta hak nya.
“Mengingat kasus kekerasan seksual yang masih terus terjadi di masyarakat sebagaimana tercermin di berbagai macam data, maka upaya percepatan implementasi UU TPKS menjadi kebutuhan krusial. Sepanjang tahun 2022, Simfoni PPA mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 3.131 kasus dengan korban sebanyak 3.238 orang dimana korban kekerasan seksual terhadap perempuan sebanyak 542 orang atau 16,7%. Adapun, jumlah kekerasan terhadap anak sebanyak 4.148 kasus dengan korban sebanyak 4.526 orang dimana korban kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 2.436 orang atau 53,8%. Hal tersebut menunjukkan rentannya perempuan dan anak menjadi korban kekerasan khususnya kekerasan seksual,” jelas Indra.
Lebih lanjut, Indra mengemukakan tingginya angka yang tercatat di dalam data berarti sudah mulai banyaknya aduan yang dilayangkan oleh masyarakat terkait kasus kekerasan di sekitar. Kini masyarakat sudah mulai berani untuk melapor dan sehingga pihak berwajib dapat dengan segera menindak lanjuti aduan tersebut meskipun kerap ditemukan berbagai macam hambatan dan tantangan. Indra juga menekankan, sinergi dan partisipasi multi pihak menjadi kunci agar segala bentuk hambatan dan tantangan yang muncul dapat diatasi dengan baik, sehingga upaya perlindungan bagi setiap orang dari kekerasan seksual, terutama yang tercantum di dalam amanat UU TPKS dapat di implementasikan secara optimal.
“Di dalam UU TPKS, masyarakat, dalam hal ini komunitas, organisasi profesi, dan dunia usaha sangat dapat memberikan kontribusinya. Partisipasi masyarakat dalam pencegahan, turut serta membudayakan literasi, menyosialisasikan TPKS, serta menciptakan lingkungan yang aman dari TPKS. Prinsip zero tolerance kekerasan seksual pun bisa diterapkan di lingkungan masyarakat serta tempat kerja. Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam proses pemulihan bagi penyintas dan keluarganya, seperti dalam proses pendampingan dan rehabilitasi sosial,” ungkap Indra.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Kimia, Energi Pertambangan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP KEP SPSI), R. Abdullah menuturkan bahwa sebagai aktivis serikat pekerja memiliki kewajiban normatif untuk mengetahui berbagai macam hal, salah satunya UU TPKS yang juga melindungi hak dari masing-masing individu atas tidak pidana kekerasan seksual yang dapat terjadi dimanapun dan kapanpun.
“Tidak hanya mengetahui terkait Undang-Undang Ketenagakerjaan dimulai dari Konvensi International Labour Organization (ILO) tahun 1998 tentang Hak Berserikat dan Berunding, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja semata, kita wajib mengetahui UU TPKS yang merupakan karya besar eksekutif dan legislatif dalam menghadirkan perlindungan secara komprehensif dan menyeluruh bagi Indonesia,” tutur Abdullah.
Abdullah pun menghaturkan apresiasi dan terima kasih kepada KemenPPPA atas inisiasi dalam mengikutsertakan SPSI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya implementasi UU TPKS hingga ke akar rumput. “Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini, teman-teman SPSI dapat berdiskusi berkenaan UU TPKS serta dapat memetik hasanah dan wawasan baru dalam konteks TPKS, juga berkenan membantu pemerintah dalam memasifkan UU TPKS ini hingga implementasinya dapat terasa dan memberikan manfaat yang berkesinambungan,” kata Abdullah.
Dalam kesempatan tersebut turut hadir Pendiri Insititut Perempuan serta Aktivis Perempuan dan Hak Asasi Manusia (HAM), Valentina Sagala, sebagai narasumber yang memaparkan secara detail mengenai UU TPKS.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id