INFORMASI PUBLIK

Hindari Stigmasi Negatif Pada ABH, KemenPPPA Dorong Mediasi di Pengadilan Negeri Jepara

Siaran Pers Nomor: B-518/SETMEN/HM.02.04/10/2022


Jepara (16/10) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong hasil kesepakatan musyawarah Diversi terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) mempedomani ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dapat dipatuhi dan dipedomani oleh semua pihak. Diversi adalah proses yang dijalankan untuk menyelesaikan perkara di luar peradilan pidana, melalui perdamaian antara korban dan pelaku anak, demi kepentingan terbaik anak sebagai penerus bangsa.

 

Asisten Deputi Bidang Pelayanan Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, KemenPPPA, Robert Parlindungan Sitinjak mengatakan, proses Diversi dilaksanakan dengan mempedomani syarat ketentuan UU No. 11 tahun 2012 tentang SPPA dan tidak semua perkara ABH (Anak yang Berhadapan Hukum) dapat diselesaikan dengan Diversi. Substansi mendasar UU SPPA ini adalah pengaturan mengenai Keadilan Restoratif dan Diversi untuk menghindari dan menjauhkan Anak dari proses peradilan, sehingga dapat menghindari Stigmatisasi negatif terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Perlunya peran serta semua pihak, khususnya Aparat Penegak Hukum (APH) Polisi, Jaksa, Hakim, dan Penasehat Hukum (PH) mewujudkan terciptanya Keadilan Restoratif, baik bagi Pelaku Anak maupun bagi korban Anak, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.


 
“UU SPPA mengatur ketentuan Diversi, hanya berlaku bagi Pelaku usia Anak. Pelaku Dewasa, tidak bisa berlaku Diversi. Diversi bagi Pelaku Anak, harus memenuhi syarat ketentuan yaitu: ancaman pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana, atau tindak pidana lainnya seperti tindak pidana ringan dan pelanggaran. Proses Diversi juga harus melalui musyawarah dan kesepakatan melibatkan korban dan anak termasuk keluarga dan walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif,” ujar Robert.

 

Setelah ada kesepakatan Diversi, selanjutnya kesepakatan tersebut disampaikan ke Pengadilan untuk mendapatkan pemeriksaan dan Penetapan Diversi dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

 

“Jadi kami tegaskan, Diversi harus melalui proses yang memenuhi UU SPPA dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Setelah proses Diversi mendapatkan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, tinggal melaksanakan apa yang tertuang dalam kesepakatan Diversi,” kata Robert.

 

Robert mengharapkan para pihak yang berperkara dapat mematuhi kesepakatan Diversi, mempedomani Penetapan Diversi dari Ketua Pengadilan Negeri Jepara. Hal itu disampaikannya, terkait perkara pengeroyokan di Jepara yang dilakukan empat orang laki-laki, satu pelaku adalah usia anak dan tiga pelaku dewasa, dengan korban seorang anak laki-laki yang berusia anak, saat melakukan audiensi dengan Kapolres Jepara di Polres Jepara, sekaligus setelah menghadiri sidang mediasi kedua sebagai kuasa hukum Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, Turut Tergugat di Pengadilan Negeri Jepara.

 

Dalam perkara ini, Robert menjelaskan proses Diversi yang ditempuh terhadap satu Pelaku Anak sudah mendapatkan Penetapan Diversi dari Ketua Pengadilan Negeri Jepara pada 22 Februari 2022, dan tiga pelaku dewasa lainnya telah divonis pidana 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jepara, dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Diversi hanya berlaku bagi Pelaku Anak, dan tidak berlaku untuk Pelaku Dewasa.

 

Namun, pihak keluarga pelaku ABH, justru melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jepara dengan isi gugatan: proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polres Jepara merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dengan menggugat membayar ganti kerugian satu milyar kepada para Tergugat adalah: Kapolri, Kapolda Jawa Tengah, Kapolres Jepara dan Kasat Reskrim Polres Jepara, sedangkan para Turut Tergugat, yaitu Propam Mabes, Kompolnas, Menko Polhukam, Menteri Hukum dan HAM, KPAI dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA).

 

“Sesuai UU SPPA, proses Diversi dilakukan di setiap tahapan Penyidikan, Penuntutan, dan Sidang pemeriksaan perkara Anak di Pengadilan Negeri, yang wajib diupayakan Diversi, dan dilakukan dalam waktu yang singkat, karena perlu ada pemulihan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam proses Diversi, kepentingan korban tetap dipenuhi dan ABH juga dapat dihindarkan dari stigma negatif. Jika proses hukum masih berkepanjangan, bisa berdampak terhadap pemulihan anak baik pelaku maupun korban,” kata Robert sebagai Penerima Kuasa mewakili Menteri PPPA dalam perkara ini.

 

Sidang Mediasi bertujuan musyawarah mencapai kesepakatan perdamaian, yang dilakukan sebelum sidang gugatan dimulai, dan mediasi ini masih terus berproses di Pengadilan. Robert optimis berharap mediasi ini bisa menghasilkan win-win solution, dengan mencapai kesepakatan yang terbaik untuk anak.

 

“Yang pasti semua itu ada konsekuensinya, tapi semoga bisa melihat kepentingan terbaik untuk anak, dan dapat menghindari stigmatisasi negatif terhadap Anak, dengan menjauhkan Anak dari proses peradilan,” kata Robert.

 


BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id