KemenPPPA Dorong Sanksi Tegas Pelaku KDRT di Kota Tangerang Selatan
Siaran Pers Nomor: B-562/SETMEN/HM.02.04/11/2022
Jakarta (17/11) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan kekerasan fisik yang dilakukan oleh seorang suami (T) terhadap istrinya (K) di Setu, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pelaku (T) memukul istrinya (K) karena adanya informasi yang ia dapatkan dari orang sekitar mengenai istrinya, meskipun informasi tersebut masih bersifat dugaan.
“Apapun alasannya, tidak dibenarkan suatu permasalahan diselesaikan dengan cara kekerasan. Selain itu anak korban turut menyaksikan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya terhadap ibunya, hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak dan dikhawatirkan dapat berdampak pada psikis anak,” ujar Menteri PPPA, di Jakarta, Kamis (17/11).
Menteri PPPA menjelaskan, pemukulan yang dilakukan seorang suami kepada istrinya termasuk dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pemukulan tersebut merupakan tindak pidana yang dapat dilaporkan dan dikenakan pidana sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 6 j.o Pasal 44 UU PKDRT.
“KemenPPPA akan mengawal kasus ini bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Tangerang Selatan yang secara fungsional memiliki tugas yang sama dengan kami dalam melakukan layanan, khususnya penjangkauan korban maupun pendampingan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan bantuan hukum,” kata Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA mengapresiasi peran Kepolisian Sektor Cisauk/Setu yang merespons cepat setelah video KDRT yang disebarluaskan oleh anak korban viral di media sosial. Polisi telah mengamankan pelaku (T), yang merupakan warga wilayah RT 04/02 Kelurahan Kademangan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Sementara itu, Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) KemenPPPA telah melakukan penjangkauan terhadap korban dan dua anak korban, yaitu E (16) dan E (8) di Cisauk. Berdasarkan hasil assesment awal, meskipun kedua anak korban sudah merasa lebih tenang, tetapi anak korban, khususnya E (16) masih dalam kondisi trauma dan tidak ingin meninggalkan ibunya yang menjadi korban KDRT.
“Saat ini kedua anak korban tidak masuk sekolah karena masih merasa tertekan pasca menyaksikan kekerasan yang dialami ibunya dan ketakutan ketika melihat seseorang yang mirip ayahnya. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangerang Selatan akan memberikan pendampingan psikologis kepada korban dan anak korban. Pemulihan trauma korban merupakan prioritas yang sangat mendesak, khususnya anak yang menyaksikan langsung peristiwa kekerasan tersebut," tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA menegaskan, pihaknya mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk melapor di antaranya kepada Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkas Menteri PPPA.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id