INFORMASI PUBLIK

Sejumlah Santriwati Alami Kekerasan Seksual Di Karanganyar KemenPPPA Fokus Awal Di Penanganan Korban

Siaran Pers Nomor: B- 343/SETMEN/HM.02.04/9/2023


Jakarta (8/9) – Miris! Kekerasan seksual terjadi lagi di lingkungan satuan pendidikan keagamaan. Enam orang santriwati berusia 15-18 tahun diduga mengalami kekerasan  seksual berupa persetubuhan yang dilakukan oleh BN (40) Pimpinan Pondok Pesantren di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang menerima laporan terkait adanya kasus segera berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Jawa Tengah melalui Tim Layanan SAPA 129.

“Dari hasil koordinasi Tim Layanan SAPA KemenPPPA diketahui awal kejadian sudah terjadi dua tahun lalu namun pengungkapan kasus oleh para korban baru satu minggu yang lalu,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.

Kronologi kejadian berdasarkan keterangan korban diketahui bahwa para korban dipanggil satu per satu oleh pelaku dalam waktu berbeda dan diminta masuk ke suatu ruangan yang biasa digunakan untuk beribadah atau kamar kosong. Modus yang dilakukan pelaku ingin menanyakan sesuatu secara pribadi dengan istilah "Abah mau tanglet" (Abah mau tanya). Di dalam ruangan tersebut pelaku melakukan persetubuhan terhadap para korban.

“Kami tentu akan fokus untuk memastikan penangangan dan layanan yang dibutuhkan bagi korban seperti pendampingan dan pemulihan, di samping terus mengawal penuntasan kasus ini. Kami mengapresiasi gerak cepat pihak P2TP2A Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan sejumlah pendampingan pada korban seperti pendampingan kasus, visum, proses hukum, hingga melakukan dan menjadwalkan konseling psikologi,” terang  Nahar.

Proses hukum kasus ini tengah ditangani oleh pihak Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah dan masih dalam proses pemeriksaan para korban sebagai pelapor. Sebelumnya, kasus ini ditangani Polres Karanganyar, dan saat ini sudah dinaikan statusnya dari Penyelidikan ke Penyidikan.

“Apresiasi kepada pihak Polres Karanganyar dan Polda Jawa Tengah untuk respon cepat dan telah menetapkan pelaku sebagai tersangka. Kami berharap tersangka dapat segera ditahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jika tindakan tersangka terbukti melakukan persetubuhan, maka tersangka dapat dijerat pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sesuai pasal 81 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” jelas Nahar.

Nahar menjelaskan bahwa ancaman hukuman terhadap tersangka dapat dapat ditambah 1/3 (sepertiga) karena tersangka merupakan tenaga kependidikan sesuai pasal 81 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta berlapis karena menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, pelaku dapat dipidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan atau paling lama 20 (dua puluh) tahun sebagaimana pada pasal 81 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Setiap orang tua tentu berharap anak berada di tempat dan lingkungan yang aman dari tindak kekerasan seksual terutama di sekolah. Pada kasus ini, kemungkinan para korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan pelaku terutama juga disertai dengan ancaman ataupun bujuk rayu. Maka penting bagi para orang tua dan juga guru untuk melakukan pencegahan dengan membekali anak tentang pengetahuan akan pencegahan kekerasan seksual,” tutup Nahar.

 

 

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail : humas@kemenpppa.go.id

website : www.kemenpppa.go.id