Kemen PPPA Kawal Penanganan Bagi Korban Anak Kasus Pernikahan Dini Berujung KDRT di Langkat Sumatera Utara
Siaran Pers Nomor: B-401/SETMEN/HM.02.04/10/2023
Jakarta (16/10) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak 129 telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sumatera Utara dan DP2KBP2A Kabupaten Langkat terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kasus suami bakar istri di Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat.
Kasus ini mencuat setelah korban yang berusia 15 tahun yang merupakan istri terduga AKH (Anak Berkonflik Hukum) B (17 thn) mendapatkan luka bakar serius di seluruh tubuh akibat disulut api dengan bensin yang sebelumnya telah disiramkan ke tubuh korban. Diketahui bahwa pasangan tersebut menikah di usia anak dengan pernikahan siri dan saat ini telah memiliki seorang anak usia 3 (tiga) bulan. Sebelum hari kejadian, pasangan tersebut telah berpisah sementara selama 1 (satu) minggu.
“Kami turut menyayangkan kejadian ini, terlebih karena pasangan suami istri tersebut sama-sama masih berusia anak. Prioritas saat ini tentu adalah memastikan korban dan anak korban mendapatkan layanan yang dibutuhkan. Hasil koordinasi kami dengan tim UPTD PPA Kabupaten Langkat, diketahui korban masih dalam perawatan intensif dan anak korban yang masih bayi telah berada dalam pengasuhan keluarga atau kerabat korban,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.
Kronologi kejadian bermula dari perseteruan korban dan AKH di rumah saksi E (teman korban). Pada hari Kamis, 05 Oktober 2023, AKH datang ke rumah saksi E untuk berjumpa dengan korban di belakang rumah saksi E. Saat bertemu, keduanya terlibat keributan (adu mulut) dan korban kembali masuk ke dalam rumah saksi E. Tidak lama berselang, AKH meminta anak dari saksi E membelikan sebotol bensin yang sebagian dimasukkan ke dalam tangki motor milik AKH, lalu sebagian lainnya dibawa AKH masuk ke rumah saksi untuk disiramkan ke tubuh korban. AKH lalu melemparkan rokok yang sedang dihisap ke arah korban hingga menyulut api. Usai melakukan aksinya, AKH lalu kabur melarikan diri. Akibatnya kejadian itu, korban mengalami luka bakar serius di bagian wajah, dada, leher, kedua tangan, daun telinga kanan dan kiri, serta paha sebelah kiri.
“Kami mengapresiasi gerak cepat UPTD PPA Kabupaten Langkat dan UPTD PPA Provinsi Sumatera Utara yang sejak awal telah melakukan penjangkauan, dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait layanan yang dibutuhkan korban. Korban saat ini telah mendapat layanan pendampingan kesehatan dan pendampingan hukum terhadap saksi untuk melaporkan kejadian ke PPA Polres Kabupaten Langkat,” jelas Nahar.
Kasus ini tengah ditangani oleh Polres Kabupaten Langkat. Sebagai rencana tindak lanjut ke depan, UPTD PPA Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat akan melakukan layanan pendampingan kesehatan kembali dengan menjangkau korban di Rumah Sakit Umum di Medan. Selain itu juga akan merencanakan pendampingan psikologis korban setelah fisiknya pulih.
“Kemen PPPA melalui Tim Layanan SAPA 129 Deputi Perlindungan Khusus Anak memastikan korban dan anak dari korban mendapatkan perhatian khusus untuk layanan pendampingan sesuai kebutuhan, memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai ketentuan. Terkait AKH, kami mendorong agar AKH yang saat ini masih buron dapat segera diamankan dan dikarenakan AKH masih berusia anak dipastikan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) agar dapat diterapkan. Kami juga akan tetap melanjutkan koordinasi dengan LPSK terkait kebutuhan perlindungan baik saksi dan korban,” tambah Nahar.
Nahar menjelaskan bahwa korban dan AKH masih dikategorikan anak meskipun telah menikah/kawin dikarenakan mengacu pada asas lex specialis derogate lex generalis (aturan yang sifatnya khusus mengesampingkan aturan yang sifatnya umum) yaitu pengaturan yang digunakan sesuai dengan aturan yang mengatur secara khusus mengenai anak. Selain itu, dampak psikologis yang ditimbulkan akibat pernikahan dini yakni ketidaksiapan menjalankan peran dikarenakan belum terpenuhinya tahap perkembangan remaja sebagai mana mestinya. Hal ini memicu timbulnya konflik dalam relasi dan kemampuan pemecahan masalah yang belum matang.
“Ini mengacu pada Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 tahun dan juga anak dalam kandungan, tanpa kecuali apakah sudah kawin atau belum. Berdasarkan laporan polisi, AKH dikenakan pasal 351 ayat 2 KUHP dengan ancaman penjara 5 (lima) tahun. Karena kasus ini korbannya juga anak dan jika dampak kekerasannya menimbulkan luka berat kepada korban, maka pelaku juga terancam hukuman pidana penjara paling lama 5th dan/atau denda 100 juta rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (3) UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kami menekankan agar dalam proses pemeriksaan terhadap korban dan AKH perlu mengedepankan kepentingan terbaik untuk anak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU SPPA,” terang Nahar.
Nahar juga mengimbau agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. Kemen PPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada Layanan SAPA 129 Kemen PPPA melalui kanal hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id