Kemen PPPA Prihatin Kejahatan dengan Pelaku Anak Terus Terjadi
Siaran Pers Nomor: B-275 / SETMEN/HM.02.04/08/2024
Jakarta (07/09) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui tim layanan SAPA 129 melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sumatera Selatan, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) dan Polda Sumatera Selatan terkait kasus kekerasan seksual terhadap pelajar SMP berusia 13 tahun (AA) di Palembang. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menyatakan koordinasi akan terus dilakukan untuk memastikan proses hukum berlaku sesuai peraturan perundang-undangan dan keluarga korban mendapatkan keadilan.
“Kemen PPPA juga menyampaikan turut belasungkawa kepada keluarga korban atas meninggalnya korban. Kami akan terus memantau dan memastikan korban yang masih usia anak beserta keluarganya mendapatkan keadilan dan pendampingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, korban beserta keluarganya juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan sesuai yang telah diatur dalam pasal 30 UU Nomor. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kami sangat prihatin kejahatan dengan pelaku anak terus terjadi. Kemen PPPA terus berkoordinasi dengan UPTD pada Dinas PPPA Provinsi Sumsel untuk memberikan bantuan pendampingan bagi keluarga korban, baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis secara intensif kepada keluarga korban agar dapat mengikuti proses hukum secara optimal dan pendampingan yang bersifat rehabilitatif, serta dalam pengajuan permohonan restitusi.” ujar Nahar di Jakarta, Jum’at (06/09).
Keluarga pelaku menurut Nahar juga harus diberikan pendampingan khususnya untuk penguatan pengasuhan dan mencegah munculnya stigma.
“Terhadap keluarga pelaku seharusnya juga diberikan pendampingan untuk mencegah mereka menjadi korban stigma dari lingkungan sekitar mereka sekaligus edukasi pengasuhan lebih baik. Kami khawatirkan kemungkinan terdapatnya kondisi lingkungan yang rentan dimana lingkungan tersebut minim pengawasan dan cenderung melakukan pembiaran terhadap perilaku-perilaku berisiko. Tentu hal ini juga dibutuhkan asesmen terhadap kondisi lingkungan untuk nantinya dapat dilakukan upaya sosialisasi pencegahan kondisi serupa dan deteksi dini terhadap potensi-potensi perilaku berisiko di lingkungan masyarakat agar pengawasan bersifat komprehensif,” ungkap Nahar.
Kemen PPPA memberikan apresiasi kepada pihak aparat kepolisian Polda Sumatera Selatan yang dengan sigap mengamankan ke-empat pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka.
“Terima kasih atas respon cepat dari Polda Sumatera Selatan dan penetapan tersangka IS (16), NSA (12), MZF (13) dan AS (12). Dalam kasus ini dimana para pelaku masih berusia anak, maka proses penanganan hukumnya perlu mendapat perhatian khusus dan dengan sesuai undang-undang yang berlaku maka perlu berpedoman pada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam pasal 81 ayat (2) UU SPPA dijelaskan bahwa untuk para pelaku (Anak Berkonflik dengan Hukum) pidana yang dikenakan berbeda dengan orang dewasa, yaitu 1/2 (setengah) dari ancaman pidana orang dewasa,” ucap Nahar.
Melihat tindak pidana yang dilakukan para pelaku maka mereka dapat dikenakan pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 Jo. pasal 81 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 dan/atau pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 Jo. pasal 82 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016. Atas kekerasan fisik yang dilakukan terhadap korban maka dapat pelaku terancam pasal 76C jo. pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014. Pidana tambahan dapat dikecualikan sesuai pasal 81 ayat (9) dan/atau pasal 82 ayat (8) UU Nomor 17 Tahun 2016 mengingat pelaku masih berusia anak.
Nahar menghimbau para orang tua untuk lebih memberikan perhatian pada anak-anak agar tidak terjerumus pada perilaku menyimpang seperti mengonsumsi video porno yang dapat menjadi pemicu kekerasan seksual.
“Dari hasil penyidikan polisi, motif tindakan kekerasan seksual yang dilakukan salah satu pelaku yaitu mengumpulkan video porno di telepon genggamnya. Pelaku diduga sudah kecanduan video porno dan ini belum ada penanganan pengobatannya dan mereka yang sudah kecanduan akan memiliki kecenderungan untuk meniru dan memicu tindakan kekerasan seksual seperti pemerkosaan dan pencabulan. Tolong, orang tua awasi anak-anak kalian, dampingi mereka saat berselancar di internet dan di satu sisi orangtua juga harus belajar memahami penggunaan gadget dan internet. Kemen PPPA memiliki 56 Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) terstandar di beberapa Kabupaten/Kota, manfaatkan untuk berkonsultasi,” ujar Nahar.
Kemen PPPA memiliki hotline untuk pelaporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jika masyarakat melihat, mendengar dan mengalami tindak kekerasan, dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08-111-129-129.
#Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id