INFORMASI PUBLIK

Menteri PPPA Perkuat Sinergi Cegah Kekerasan Seksual di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Asuhan

Siaran Pers Nomor: B- 344/SETMEN/HM.02.04/11/2023

 

Surabaya (9/11) – Melanjutkan kunjungan kerja di Kota Surabaya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi membuka kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual pada Panti Asuhan yang diikuti oleh Pimpinan Panti Asuhan dan perempuan pengelola Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Asuhan di wilayah Jawa Timur pada Jumat (8/11). Menteri PPPA menilai kekerasan seksual, terutama yang menimpa perempuan dan anak, adalah isu yang semakin mengkhawatirkan melihat berbagai data dan laporan yang diterima semakin meningkat jumlahnya.


“Kita ketahui bersama, panti asuhan memiliki peran penting dalam memberikan perlindungan bagi anak-anak yang kehilangan orang tua atau tidak dapat diasuh oleh keluarga mereka. Oleh karena itu, pencegahan kekerasan seksual di lingkungan panti asuhan sangatlah penting. Setiap panti asuhan harus memastikan bahwa anak-anak yang berada di bawah pengasuhannya terlindungi dari segala bentuk kekerasan, dengan memprioritaskan hak, kesejahteraan, dan kepentingan terbaik bagi anak-anak. Jika kekerasan terjadi, penanganan harus dilakukan dengan cara yang mengutamakan pemulihan fisik, psikologis, dan sosial korban, serta mencegah keberulangannya,” ujar Menteri PPPA. 


Menteri PPPA mengatakan pengelola panti asuhan perlu berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), untuk memastikan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual berjalan efektif di daerah. Dukungan serta pendampingan yang tepat bagi korban sangat penting, termasuk pemulihan yang menyeluruh untuk membantu mereka pulih dari trauma. 


“Kekerasan seksual adalah masalah kompleks yang memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan individu. Kita tidak bisa berpangku tangan. Kita harus berani mengungkapkan dan melaporkan kekerasan yang terjadi di sekitar kita. Dengan adanya kerja sama yang kuat, kita dapat menciptakan Indonesia yang aman, bebas dari kekerasan, dan menghormati martabat setiap warganya,” ujar Menteri PPPA. 


Menteri PPPA mengungkapkan data hasil Suvei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2024 menunjukkan kekerasan seksual terhadap perempuan masih tinggi, yakni 3,7% perempuan berusia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan seksual dalam setahun, yang berarti 1 dari 27 perempuan. Sedangkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 menunjukkan 9 dari 100 laki-laki dan perempuan anak usia 13 - 17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan seksual atau lebih disepanjang hidupnya, dan 4 dari 100 laki-laki dan perempuan anak usia 13 - 17 tahun mengalami salah satu bentuk kekerasan seksual atau lebih dalam 12 bulan terakhir. Sementara itu, angka pelaporan kekerasan terhadap perempuan dan anak juga mengkhawatirkan. Simfoni PPA selama tahun 2023 mencatat ada sekitar 11,7 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan 20,2 ribu terhadap anak, angka yang hanya mencerminkan sebagian kecil dari realitas yang ada.


“Menyikapi masalah ini, Pemerintah Indonesia juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang hadir untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban, mencegah kekerasan seksual, serta memastikan bahwa pelaku dapat diproses secara hukum dan korban mendapatkan pemulihan yang mereka butuhkan. Dalam mengimplementasikan UU TPKS, kita semua harus berperan aktif, terutama dari sisi pencegahan. Dalam hal ini, salah satu tempat yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah panti asuhan sebagai lembaga pengasuhan khusus,” ujar Menteri PPPA.


Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono mengungkapkan dengan kondisi sosial dan ekonomi saat ini ditambah dengan perkembangan teknologi informasi maka beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin mudah terkuak dan menjadi perhatian masyarakat. Salah satunya yang menarik perhatian publik yakni kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu LKS di Tangerang, tentunya kita tidak ingin hal serupa terulang apalagi sampai terjadi di Jawa Timur. 


“Sosialisasi anti kekerasan sekaligus Diseminasi Undang-undang No 12 Tahun 2022 tentang TPKS menjadi sangat penting untuk terus dilakukan. Kehadiran UU TPKS membutikan bagaimana perlindungan terhadap tindak kekerasan seksual menjadi sangat penting. Pemerintah memiliki perhatian khusus kepada seluruh masyarakat untuk mengedukasi dan mensosialisasikan UU TPKS ini. Di Jawa Timur, Selama tiga tahun terakhir, angka kekerasan pada perempuan dan anak berhasil turun signifikan. Persentase penurunan kekerasan terhadap perempuan sebesar 33,2% sedangkan angka kekerasan pada anak turun menapai 31,7%.  Hal ini menunjukkan keberhasilan sinergi pemerintah daerah dan pemerintah pusat, termasuk LKS dan organisasi sosial bagaimana kita bersama-sama untuk memberikan upaya perlindungan bagi perempuan dan anak. Inilah mengapa sinergi dan kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting,” ujar Adhy. 


“Terkait perlindungan anak, saat ini Jawa Timur memiliki 30 UPT yang juga bisa menampung khusus untuk anak korban kekerasan salah satunya di rumah aman. Kalau ada kasus kekerasan terhadap perempuam dan anak berikan arahan kepada kami, kami siap untuk menampung dan memberikan penanganan terbaik bagi perempuan dan anak dengan segala kebutuhannya. Jika ada kasus kami siap berkolaborasi dan bersinergi,” tambah Adhy. 

 

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id