Banda Aceh (22/5) – Berbagai permasalahan terkait pelaksanaan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak masih banyak terjadi di lapangan, diantaranya pemahaman Aparat Penegak Hukum (APH) dalam penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) masih bervariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda, terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), serta UU SPPA belum dipahami secara komprehensif dan terpadu oleh para pemangku kepentingan dan masyarakat.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi antara Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Hasan dan Kepala Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Banda Aceh, Ridha Ansari, Rabu (22/5).
“Belum semua APH memiliki persepsi yang sama tentang penempatan anak binaan setelah mendapatkan vonis hukuman (inkracht). Seharusnya mereka langsung ditempatkan di LPKA, bukan di Lembaga Pemasyarakatan (lapas). Hal ini dikhawatirkan berdampak negatif pada anak karena sebagian besar lapas di Indonesia kelebihan kapasitas dan belum memiliki kesiapan sarana dan prasarana yang memisahkan blok narapidana dewasa dan anak-anak,” ujar Ridha Ansari.
Ridha menjelaskan LPKA Klas II Banda Aceh saat ini dihuni oleh 25 anak binaan laki-laki dengan rentang usia 14 – 18 tahun. Mereka terlibat dalam beberapa tindakan kejahatan, seperti narkoba, asusila, pembunuhan, dan pencurian. Tidak hanya memberikan pembinaan, tetapi LPKA Klas II Banda Aceh juga memberikan layanan kesehatan dan pendidikan bagi para anak binaan. Berbagai kegiatan positif dilakukan guna memberikan bekal keagamaan, pendidikan, dan keterampilan bagi anak binaan setelah mereka menghabiskan masa hukumannya. Uniknya, LPKA Klas II Banda Aceh terletak di tepi sawah dan tanpa dikelilingi pagar.
“Sarana dan prasarana kami memang sangat terbatas. Kami berusaha menjaga anak-anak dengan hati. Motto kami, jangan rantai kaki dan tangannya tetapi rantailah hatinya. Kami percaya jika dilakukan dengan hati, maka upaya pembinaan terhadap anak-anak akan menjadi lebih mudah,” tambah Ridha.
Dalam Kegiatan Fasilitasi Pelatihan Keterampilan bagi Anak Binaan di LPKA Klas II Banda Aceh, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi Kemen PPPA, Hasan memberikan bantuan berupa komputer, alat sablon, mesin jahit, dan alat cukur, serta sempat berbincang-bincang dengan anak binaan LPKA guna memberikan penguatan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Hasan mengatakan sesuai amanat UU SPPA, Kemen PPPA terus melakukan koordinasi lintas sektor dan mendorong pihak terkait untuk melaksanakan UU SPPA dan menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU SPPA. Kemen PPPA juga mendorong penyediaan sarana dan prasarana, serta melakukan kegiatan fasilitasi, sosialisasi, dan advokasi kepada para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah.
“Harapannya, kegiatan ini dapat memberikan masukan bagi kami untuk dibawa dan dikoordinasikan di pusat karena sesuai dengan PP No. 8 Tahun 2017 tentang Tata Cara Koordinasi Pelaksanaan SPPA, Kemen PPPA bertugas mengoordinasikan Kementerian/Lembaga untuk dicarikan solusi penyelesaiannya, serta masukan untuk perbaikan pelaksanaan sistem peradilan pidana anak ke depan,” tutup Hasan.