INFORMASI PUBLIK

Gugus Tugas Pusat Berhasil Pulangkan Anak Korban TPPO dari Papua dan NTT

Siaran Pers Nomor: B- 296 /SETMEN/HM.02.04/08/2021

 

Jakarta (20/08) – Anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Fakfak, Papua Barat dan Maumere, Nusa Tenggara Timur berhasil dipulangkan oleh Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO. Kini para  korban menjalani pemulihan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (BRSAMPK), Handayani, Jakarta.  Gugus Tugas Pusat Pencegahan dan Penanganan TPPO dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan Dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sebagai lembaga koordinatif yang bertugas mengoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang di tingkat nasional.

 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian PPPA  Rafail Walangitan  mengatakan anak korban TPPO tersebut berjumlah  21 orang yang dipekerjakan di tempat hiburan malam, terdiri dari empat  anak ditemuka di Fakfak, Papua Barat dan 17 anak di Maumere, NTT. Semua anak tersebut diketahui berasal dari daerah Jawa Barat. 

 

Kasus TPPO anak terbongkar setelah aparat kepolisian dari masing-masing wilayah melakukan penggeledahan ke beberapa pub di Fakfak dan Maumere.

 

“Terhadap kasus TPPO di Papua Barat, info awalnya kami terima dari media. Mengingat tidak ada gugus tugas di Papua, maka saya berkoordinasi dengan unit TPPO Bareskrim Polri,” kata Rafail, Kamis (19/08/2021).

 

Rafail mengatakan dalam proses pemulangan para korban di bawah koordinasi gugus tugas yang didalamnya adalah Kemen PPPA, Polri, Kementerian Sosial. Selain itu IOM Indonesia juga turut terlibat dalam pemulangan tersebut. Kemen PPPA merupakan Sekretariat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang ketua Hariannya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

 

Saat ini, para korban akan mendapatkan rehabilitasi sosial, keberlanjutan pemeriksaan kesehatan, dan juga persiapan pemberdayaan berdasarkan minat keterampilan kerja para korban di Balai Rehabilitasi Handayani, milik Kementerian Sosial.

 

“Semoga juga nanti bisa ditindaklanjuti untuk tracing family yang akan ditangani oleh Pekerja Sosial di daerah untuk menganalisa risiko, assesment kepada keluarga, dan juga harapan yang sama untuk mempersiapkan pemberdayaan bagi para korban,” kata Rafail.

 

Sementara, untuk kasus TPPO anak di Maumere, proses pemulangan 17 korban cukup rumit. Empat anak sempat kabur dari rumah penitipan TRUK-F (Tim Relawan Untuk Kemanusiaan) di Maumere, saat akan dibawa ke Jakarta, namun pada akhirnya ditemukan telah kembali ke kampung halamannya.

 

“Akhirnya, hanya 13 anak yang kembali ke Jakarta yang selanjutnya kini mendapatkan penanganan di Balai Handayani, Kemensos,” kata Asisten Pelayanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Kemen PPPA Robert Parlindungan Sitinjak.

 

Robert mengemukakan kondisi anak saat ditemukan sangat memprihatinkan, karena mendapat perlakuan buruk saat bekerja, bahkan dua anak dalam keadaan hamil.  Namun sangat disayangkan, proses hukum kasus TPPO anak di Maumere belum berjalan, karena tidak ada satupun penetapan Tersangka, oleh Penyidik Polda NTT. Pertanyaan ini ditanyakan beberapa pihak kepada Penyidik Polda NTT pada saat Rapat Koordinasi Lintas K/L/Pemda antara Kementerian PPPA, Kementerian Sosial, KPAI, LPSK, Bareskrim Polri, Dinas PPA Provinsi NTT, Dinas PPA Kab. Sikka, Pekerja Sosial St. Monica TRUK-F Maumere, dan lembaga IOM Indonesia, terkait Penanganan Kasus Eksploitasi 17 Anak di Maumere Kab. Sikka, NTT yang dilakukan secara virtual meeting pada tanggal 16 Juli 2021

 

Pada awal kejadian penggerebekan tempat hiburan malam (Pub) pada tanggal 15 Juni 2021 di Maumere Kab. Sikka, Tim Penyidik Polda NTT telah menjaring 17 anak perempuan usia 14 – 17 tahun di beberapa lokasi tempat hiburan malam (Pub).  Robert berharap proses hukum terhadap pelaku dapat dilaksanakan sebagai bentuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penegakan hukum, sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas penanganan kasus kekerasan pada anak pada tanggal 9 Januari 2020, yaitu melaksanakan proses penegakan hukum yang memberikan efek jera dan berikan layanan pendampingan bantuan hukum, serta memberikan layanan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial kembali.

 

Tantangan untuk menghapuskan TPPO semakin berat di masa pandemi Covid-19, mengingat pandemi membuat kemiskinan meningkat, sedangkan kemiskinan merupakan salah satu akar masalah dari TPPO.  

 

Kemen PPPA telah mendapat mandat sebagai penyedia layanan rujukan akhir penanganan perempuan dan anak korban kekerasan termasuk TPPO. Kemen PPPA juga menyediakan layanan Contact Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang memberikan layanan rujukan akhir penanganan perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus serta ruang aksesibiltas bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan termasuk TPPO.

 

 

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail : humas@kemenpppa.go.id

website : www.kemenpppa.go.id