Kemen PPPA Dukung Upaya Perlindungan Perempuan dan Anak Dalam Situasi Konflik di Afghanistan
Siaran Pers Nomor: B- 333/SETMEN/HM.02.04/09/2021
Jakarta (13/09) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), mendukung upaya pengentasan diskriminasi pada perempuan dan anak dalam situasi konflik sosial khususnya yang sedang terjadi di Afghanistan. Perempuan berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang sama sesuai dengan hak asasi manusia, tanpa membedakan jenis kelamin.
“Universal Declaration of Human Rights memberikan penjelasan yang sangat jelas bahwa semua masyarakat dunia harus sadar jika perlindungan hak asasi manusia dan perempuan merupakan hal yang utama. Sebagai contoh kondisi perempuan di Afganistan yang banyak mengalami diskriminasi dan berada pada kondisi yang rentan perlu diperhatikan,” jelas Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kemen PPPA, Valentina Gintings dalam acara Open Mic Sikap Indonesia untuk Perlindungan Perempuan di Afghanistan: Perspektif “Perempuan” Indonesia.
Valentina mengatakan bahwa dalam situasi darurat terjadinya konflik sosial, perempuan dan anak lebih rentan terhadap bentuk-bentuk kekerasan. Hal tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa perempuan dan anak berhak mendapatkan perlindungan, bebas dari penyiksaan, ancaman, tekanan, dan perlakuan salah lainnya.
“Dalam memastikan perlindungan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPPA melakukan Kerjasama dengan Ministry of Women's Affairs (MOWA) Afghanistan tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Kami memberikan perhatian yang besar dalam isu ini, khsusunya menyepakati beberapa program dalam memastikan isu tersebut di kedua negara. Diantaranya dukungan program perlindungan perempuan dalam situasi konflik sosial, serta program penguatan kapasitas dan produktifias perempuan dibidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, pengarusutamaan gender dan perlindungan,” jelas Valentina.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Mulia Raya Foundation, Musdah turut menyampaikan kondisi perempuan yang ada di Afghanistan semakin mengalami kerentanan yang parah. Hal tersebut dikarenakan pandangan keislaman yang sangat konservatif dikembangkan oleh pengikut Taliban, seperti melarang perempuan menggunakan KB dan mendapatkan akses kesehatan reproduksi. Selain itu, pelarangan perempuan untuk bekerja dan mengakses pendidikan dianggap hal penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah Indonesia.
“Saya meminta pemerintah Indonesia mendorong dunia internasional untuk memastikan tidak ada lagi konflik antar suku dan konflik antar teroris di Afghanistan. Karena kita tahu perempuan dan anak pasti jadi korban utama. Diharapkan pemerintah bisa mendesak pemerintah Afghanistan memenuhi hak kesehatan reproduksi dan hak pendidikan bagi perempuan,” jelas Musdah.
Dari sisi agama, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra juga turut menyampaikan pandangan keislaman yang dapat dijadikan alat diplomasi Indonesia sebagai negara mayoritas Islam yang berhasil menerapkan demokrasi kepada dunia internasional.
“Menggunakan Islam Wasathiyah dengan berada selalu di tengah, bersikap seimbang, adil, toleransi, inklusif dan akomodatif yang telah mengakar di Indonesia. Masa depan Islam adalah Islam Wasathiyah ini bukan yang keras dan intoleran. Oleh karenanya, menjadi tanggung jawab kita semua untuk menyebarkannya. Kalau untuk diplomasi Afghanistan, Islam Wasathiyah sudah dijalankan, seperti ada Kongres Ulama Perempuan Indonesia dan Afghanistan-Indonesia Women’s Solidarity Network,” ungkap Azyumardi.
Menteri Agama Periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin yang turut hadir menerangkan bahwa Islam mengajarkan bahwa perempuan merupakan calon ibu dari anak-anak bangsa. Maka peran domestik dan peran publik seorang perempuan harus secara adil dan berimbang diterapkan serta bukan untuk dibedakan, apalagi saling dibenturkan. Diharapkan pemerintah Taliban yang mendasarkan diri pada nilai-nilai Islam dalam menjalankan pemerintahannya betul-betul mampu menangkap inti pokok ajaran Islam untuk melindungi harkat dan martabat perempuan.
Perwakilan Sekolah
Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, Margaretha Hanita memaparkan
harapannya kepada pemerintah RI sebagai bagain dari komunitas internasional
untuk dapat berperan aktif melindungi perempuan dan anak sebagai upaya
mewujudkan perdamaian dunia. Karena melindungi perempuan adalah bagain dari
melindungi kehidupan dan melindungi anak adalah upaya melindungi masa depan.
BIRO HUKUM DAN
HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id