Kasus Anak Alami Kebutaan Usai Matanya Ditusuk dengan Tusuk Pentol oleh Kakak Kelas KemenPPPA Pastikan Penanganan dan Pendampingannya
Siaran Pers Nomor: B-360/SETMEN/HM.02.04/9/2023
Jakarta (19/9) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam terjadinya kasus anak SD berinisial SAH yang mengalami kebutaan setelah matanya ditusuk dengan tusukan pentol di Gresik, Jawa Timur. Pelaku melakukan hal tersebut lantaran korban tidak memberikan uang yang diminta oleh pelaku. Atas kejadian ini, KemenPPPA segera melakukan koordinasi dengan beberapa pihak terkait dan memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan yang terbaik.
“Akibat ditusuk matanya oleh pelaku, korban mengalami kerusakan pada saraf matanya sehingga mengakibatkan korban tidak bisa melihat. Saat ini korban sedang menjalani pengobatan rawat jalan di rumah sakit, sehingga perlu istirahat total dan diberikan penguatan oleh keluarga agar anak bisa melalui proses pengobatan dengan baik. Kami di Kemen PPPA juga terus melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Gresik dan UPTD PPA Jawa Timur untuk informasi perkembangan kasusnya, serta memantau proses hukumnya,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, pada Selasa (19/9).
Nahar mengungkapkan setelah mendapatkan informasi atas kejadian tersebut, KemenPPPA melalui Tim SAPA KemenPPPA segera berkoordinasi dengan UPTD PPA Gresik dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur untuk memastikan penanganan serta pendampingan yang diberikan kepada korban.
“Pihak UPTD PPA Gresik telah melakukan pendampingan awal, dan pendampingan tersebut terus dilakukan hingga saat ini. UPTD PPA Provinsi Jawa Timur akan meneruskan laporan ini ke Polda Jawa Timur untuk percepatan kasus, karena kasus terjadi sudah sejak bulan Agustus 2023. UPTD PPA Gresik dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur juga akan terus melakukan pendalaman kasus,” tutur Nahar.
Sebelumnya, berdasarkan laporan yang diterima KemenPPPA, diketahui kronologi bahwa korban awalnya sedang duduk di halaman sekolah, kemudian pelaku yang diduga merupakan kakak kelas korban, mendekati dan menarik korban ke lorong sekolah. Korban dimintai uang sebesar Rp 7.000,00 oleh pelaku, namun korban tidak memberinya. Setelah itu, pelaku menutup mata kiri korban dengan tangan, menusuk mata kanan korban dengan tusukan pentol, kemudian pelaku kabur. Saat pulang sekolah, korban menceritakan yang terjadi ke ayahnya. Ayah korban melihat ada luka di mata korban dan baju seragam korban. Selanjutnya, ayah korban segera membawa korban ke rumah sakit.
“Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Menganti dan Polres Gresik. Sebelumnya, orang tua korban sudah meminta rekaman CCTV kepada pihak sekolah, namun tidak diberikan oleh pihak sekolah. Kemudian, rekaman CCTV juga diminta oleh pihak kepolisian, namun rekaman pada tanggal tersebut tidak tersedia,” ujar Nahar.
Terkait kondisi korban, Nahar mengatakan bahwa kondisi anak saat ini sedang melakukan perawatan fisik, sehingga perlu istirahat total dan diberikan penguatan oleh keluarga agar anak bisa melalui proses pengobatan dengan baik. Korban membutuhkan pendampingan psikologi karena ada kecenderungan perilaku menarik diri, selain itu juga ada indikasi trauma sehingga diperlukan penanganan psikologi untuk menurunkan dampak psikologi akibat peristiwa yang dialaminya. Pihak keluarga perlu mendampingi dan memonitoring anak di lingkungan keluarga maupun sekitarnya, serta perlu meningkatkan komunikasi positif dengan anak agar anak bisa terbuka dan mengekspresikan emosi yang saat ini dirasakan. Hal ini bisa membantu anak dalam proses pemulihan fisik dan psikisnya.
“Pihak sekolah juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan monitoring terkait kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa dan siswi yang ada di lingkungan sekolah, sehingga kekerasan pada anak dapat dicegah,” ujar Nahar.
Nahar mengatakan, akibat perbuatannya, terlapor diduga telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak yang melanggar pasal 76C jo. pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bahwa Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Apabila dari kejadian tersebut mengakibatkan luka berat bagi anak korban, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai pasal 80 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Namun jika terlapor masih berusia anak, maka untuk proses hukumnya wajib mempedomani peraturan sesuai Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” ujar Nahar.
Lebih lanjut, Tim SAPA Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Gresik dan UPTD PPA Provinsi Jawa Timur untuk informasi perkembangan kasusnya dan memantau proses hukumnya. Nahar juga kembali mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia, apabila melihat, mengetahui, mengalami kekerasan dapat melaporkannya ke Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, melalui call center 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id