INFORMASI PUBLIK

Kemen PPPA dan PP Aisyiyah Gandeng Masyarakat untuk Atasi Krisis Perkawinan Anak dan Pengasuhan Anak di DIY Jawa Tengah

Siaran Pers Nomor: B-442/SETMEN/HM.02.04/11/2023

 

DI Yogyakarta (20/11) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak bekerjasama dengan PP Aisyiyah menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Teknik dan Supervisi Pelaksanaan Kebijakan Partisipasi Masyarakat dalam Pemenuhan Hak Anak yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman serta partisipasi masyarakat dalam upaya Pemenuhan Hak Anak utamanya dalam hal Pencegahan Perkawinan Anak dan Pengasuhan Tidak Layak di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, kasus pernikahan dini pada tahun 2022 mencapai 632 kasus. Dari jumlah tersebut, 84% kasus di antaranya dikarenakan hamil di luar nikah atau Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Peningkatan jumlah pernikahan dini menjadi perhatian serius, terutama di Kota Yogyakarta yang dianggap sebagai destinasi pendidikan bagi pelajar dan mahasiswa dari luar daerah, khususnya Jawa Tengah. Tidak hanya itu, kasus pernikahan dini di Jawa Tengah juga melampaui rata-rata nasional, mencapai sekitar 9,75% pada tahun 2023. Kabupaten seperti Grobogan, Pemalang, Cilacap, Banyumas, dan Blora mencatat angka pernikahan dini yang cukup tinggi.

Dalam sambutannya, Rohika Kurniadi Sari selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan menjelaskan bahwa  dampak perkawinan anak tidak hanya dirasakan dalam jangka pendek, tetapi bisa meluas hingga puluhan tahun ke depan. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama untuk mencegah dampak negatif, terutama terhadap anak perempuan yang rentan mengalami dampak kesehatan dan mental yang serius.

“Dampak pada anak perempuan tidak hanya terbatas pada kondisi mental, melainkan juga mencakup risiko kesakitan selama kehamilan yang tidak sehat. Lebih dari itu, pasca melahirkan, anak perempuan berisiko mengalami baby blues, menghadapi kebingungan dan stres karena menjadi ibu pada usia yang belum matang.” Ungkap Rhoda

Rohika juga menguraikan bahwa upaya pencegahan perkawinan anak perlu mengadopsi strategi nasional yang kokoh, didasarkan pada lima pilar krusial. Pertama, fokus pada optimalisasi kapasitas anak remaja, mengakui mereka sebagai generasi penerus yang memerlukan dukungan dan pemberdayaan. Kedua, perhatian pada lingkungan yang mendukung, termasuk satuan pendidikan dan lingkungan di luar sekolah. Pentingnya informasi yang benar dan edukasi tentang kesehatan reproduksi harus ditekankan. Poin ketiga menyoroti akses pengembangan dan aksesibilitas layanan, menegaskan bahwa layanan pencegahan perkawinan anak tidak boleh terbatas pada Puskesmas atau Balai KB saja. Integrasi berbasis masyarakat menjadi kunci untuk mencapai hasil yang lebih efektif. Landasan keempat adalah regulasi dan peraturan daerah, yang perlu diawasi hingga tingkat desa dan kelurahan. Terakhir, Rohika menegaskan bahwa koordinasi yang efektif antara semua pihak harus menjadi kunci utama dalam menjalankan strategi ini.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Latifah Iskandar mengungkapkan bahwa Aisyiyah yang berada di semua wilayah kabupaten dan kota di Indonesia selalu berkolaborasi serta bersinergi dalam hal pemenuhan hak-hak anak dan perempuan. Sebab, masih banyak sekali masalah-masalah anak yang sekarang ini yang dihadapi oleh masyarakat dan tentu saja tidak bisa diselesaikan secara sendiri melainkan perlunya kolaborasi dari berbagai pihak.

Latifah juga menjelaskan bahwa Aisyiyah memiliki program unggulan yang disebut Gerakan Cinta Anak (GaCa) yang mengimplementasikan nilai-nilai perintah agama untuk membentuk anak-anak yang siap menghadapi kehidupan. Dia menyoroti peran penting orang tua dalam mengamankan masa depan anak-anak sesuai ajaran agama. GaCa dihadirkan sebagai solusi Aisyiyah untuk mengatasi masalah seperti bullying di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai sarana pengaduan atau hotline. Aisyiyah berkolaborasi dengan pihak sekolah sebagai langkah konkret dalam mencegah diskriminasi dan memastikan hak-hak anak terakomodasi.

Dra. Titah Listorini, MM, sebagai Ketua Forum PUSPA Jawa Tengah, menekankan komitmen Puspa Jateng dalam menangani isu-isu kompleks terkait anak, termasuk stunting, perempuan, dan masalah terkait. Kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti BUMD dan PRPP, menjadi salah satu upaya untuk memperoleh dukungan dan bantuan. Puspa Jateng juga menggunakan festival dan kegiatan karaoke sebagai sarana untuk memunculkan isu-isu penting, seperti hak anak dan masalah sosial. Mereka aktif menangani masalah anak, termasuk anak-anak dari ibu-ibu penjajah seksual dan anak-anak dengan status hukum yang tidak jelas. Puspa Jateng berkomitmen memberikan pendidikan formal kepada anak-anak tersebut dan fokus pada peningkatan kesadaran hukum keluarga serta pendampingan untuk mencegah kekerasan seksual. Dengan harapan bersinergi dengan Puspa DIY, mereka ingin mendengar masukan untuk memperkuat peran dan tanggung jawab bersama.

Asrul Tusna Aminudin, Ketua Forum PUSPA DIY, mengungkapkan bahwa Puspa DIY secara aktif terlibat dalam membimbing anak-anak melalui program pelatihan relawan dan kegiatan di basecamp, seperti rumah kaca Keraton. Mereka menyelenggarakan beragam layanan, termasuk kelas pengembangan diri, konseling, dan program kawin bocah. Meskipun terlibat dalam program lintas agama, komitmen mereka adalah fokus bersama untuk menciptakan gerakan yang memberikan manfaat besar bagi anak-anak Indonesia.

Bimtek yang berlangsung selama 2 hari ini mengundang peserta dari  Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DI Yogyakarta dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah, yang masing-masing diwakili oleh dua orang. Selain itu, tokoh-tokoh seperti Asrul Tusna Aminudin (Ketua Forum PUSPA DIY), Resti Sinamo (PWKI), dan Arifah (Pondok Pesantren Bidayatus Salihin) juga turut serta. Pimpinan Majelis Kesejahteraan Sosial dari berbagai daerah seperti Kota Yogyakarta, Bantul, Kulunprogo, Gunung Kidul, Sleman, dan sejumlah Panti Asuhan/LKSA, seperti Aisyiyah Serangan, Muhammadiyah Prambanan Putri, Aisyiyah Banaran, serta An-Nur Prambanan, juga ikut ambil bagian. Beberapa instansi, lembaga, dan individu seperti Mataya Prabarini (RRI), Novia Rukmi (KPPI), Rini Rindawati (SAPDA), serta Sri Sulandari (SAMIN), juga hadir dalam pertemuan tersebut. Keberagaman peserta ini mencerminkan komitmen bersama dalam membahas isu-isu penting terkait kesejahteraan anak di DIY dan Jawa Tengah.

Kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan dampak positif dalam pemenuhan hak anak melalui kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), PP Aisyiyah, serta berbagai pihak terkait. Fokus utama kegiatan adalah pada pencegahan perkawinan anak dan penyelenggaraan pengasuhan yang layak, terutama di DIY dan Jawa Tengah. Pertemuan ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat secara bersama-sama untuk mengatasi tantangan serius terkait pernikahan dini di wilayah tersebut. Kolaborasi ini diharapkan mampu memberikan solusi konkret dan berkelanjutan, serta memberikan dampak positif untuk masa depan gemilang anak-anak Indonesia. Semua upaya ini sejalan dengan visi pemerintah menciptakan "Indonesia yang Layak Anak" pada tahun 2030 dan "Indonesia yang Emas" pada tahun 2045

 

 

 

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail : humas@kemenpppa.go.id

website : www.kemenpppa.go.id