Perkuat Penyusunan DIM Pemerintah, KemenPPPA Dialog Bersama Dinas PPPA dan UPTD PPA
Siaran Pers Nomor: B- 061/SETMEN/HM.02.04/02/2022
Jakarta (8/2) – Penyiapan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah melalui proses yang panjang dan tidak mudah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai leading sector pemerintah dalam penyusunan pandangan dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS menyelenggarakan konsultasi public yang ke empat kalinya, dan kali ini secara khusus kementrian menggalang masukan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di seluruh Provinsi/Kabupaten/Kota, secara virtual (8/2).
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menjelaskan selain menyusun peraturan perundangan, sangatlah penting menyiapkan implementasi dari RUU TPKS tersebut sehingga penanganan kasus kekerasan seksual dapat dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan komprehensif.
Pertemuan ini bagi Menteri Bintang krusial dalam mempertajam isi dan substansi DIM Pemerintah khususnya pengaturan tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu dalam RUU TPKS. Karena dalam pelaksanaannya nanti sudah tentu melibatkan Dinas PPPA dan UPTD PPA di daerah. Dalam RUU ini juga diatur tentang tugas UPTD PPA dalam memberikan layanan pada korban kekerasan seksual.
“Bagi Pemerintah, isu penyelenggaraan pelayanan terpadu ini mendesak kita sikapi bersama. Dengan tekad melaksanakan amanat Bapak Presiden yang disampaikan dalam Rapat Terbatas kabinet tanggal 9 Januari 2020, yaitu perlunya dibuatu suatu pelayanan yang bersifat one stop services, maka pelayanan terpadu yang dirumuskan dalam RUU TPKS ini jelas ditujukan untuk menyederhanakan sistem layanan kekerasan secara terpadu untuk memastikan korban dimudahkan dalam memperoleh layanan,” jelas Menteri Bintang.
Menteri Bintang menambahkan pemerintah dalam proses persiapan DIM telah memikirkan untuk mengubah judul Bab usul DPR dalam RUU TPKS dari sebelumnya UPTD PPA menjadi Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Pusat dan Daerah. Menteri Bintang menegaskan bahwa semangat pemerintah dalam merumuskan penyelenggaraan pelayanan terpadu bukanl dalam rangka pembentukan kelembagaan baru.
“Ini bukan untuk membentuk Lembaga baru, melainkan mengoptimalkan institusi yang sudah ada yang diikuti dengan perubahan tata kelola atau pola dalam pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, UPTD PPA akan menjadi penyelenggara pelayanan terpadu bagi korban, dengan format “baru”, tanpa mengambil peran-peran layanan yang sudah dilakukan oleh perangkat daerah selama ini,” jelas Menteri Bintang.
Secara umum baik perwakilan Dinas PPPA dan UPTD PPA yang hadir mengaku mendukung dan menyambut baik rencana penyelenggaraan layanan terpadu bagi korban kekerasan seksual. “Selama ini begitu sulitnya membawa kasus kekerasan seksual ke ranah hukum karena kurangnya alat bukti. Kami berharap bahwa peraturan perundangan yang baru dapat memberikan aturan yang membantu korban dalam proses hukum”, demikian disampaikan oleh sejumlah Dinas PPPA dari berbagai kabupaten
Dialog juga membahas tugas dan wewenang baik Dinas PPPA maupun UPTD PPA, termasuk kelembagaan UPTD PPA yang nantinya akan menjadi layanan terpadu, keberlanjutan P2TP2A yang masih ada di beberapa daerah, penguatan SDM di tingkat pelayanan dan standar pelayanan. Pengaturan hukum acara dalam proses hukum pada RUU TPKS, serta perlindungan dan layanan bagi korban kelompok rentan seperti disabilitas dan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) menjadi perhatian cukup besar di dalam diskusi publik ini.
“Penjelasan lain dan hal-hal teknis dari RUU TPKS nantinya kami harapkan muncul di Peraturan Pemerintah dan turunan lainnya yang dapat diatur secara khusus. Tentu saja kami di Jawa Barat sangat mengapresiasi adanya perhatian khusus terhadap UPTD PPA yang namanya nanti menjadi penyelenggara pelayanan terpadu untuk korban kekerasan seksual. Tentunya apabila sudah ada payung hukumnya (UU TPKS) penanganan dan penyelesaian kasus kekerasan seksual tidak dapat ditawar lagi,” ujar Kepala Dinas DP3AKB Provinsi Jawa Barat, I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka.
Dalam mendukung terealisasinya pemberian layanan yang terpadu bagi korban kekerasan seksual membutuhkan koordinasi dan sinergi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Plt Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, Sugeng Hariyono yang turut hadir dalam dialog menjelaskan saat ini pihaknya tengah mempersiapkan implementasi RUU berupa perumusan dan pelaksanaan kebijakan terkait fasilitasi penyelenggaraan pelayanan terpadu oleh pemerintah daerah.
“Kami sedang melakukan penyusunan dokumen prioritas perencanaan. Kami mempersiapkan suatu rancangan surat edaran. Kami nanti memasukan dalam Permendagri tentang Penyusunan RKPD (Rancangan Kinerja Perangkat Daerah) 2023 yakni; pertama untuk mempersiapkan Dinas PPPA selaku sentra pelayanan terpadu penanganan kekerasan seksual di daerah, karena tentu saja ini membutuhkan sejumlah penyesuaian tugas, fungsi, perencanaan dan penganggaran yang harus segera kita akomodir. Kedua, terkait status UPTD PPA nantinya akan menjadi pelaksana yang penanggungjawabnya tetap adalah Dinas PPPA nya,” terang Sugeng.
Pemerintah sebelumnya telah melakukan Konsinyering Langkah Percepatan Pembentukan UU TPKS, secara hybrid dan online yang diselenggarakan selama tiga hari sejak 31 Januari s.d. 2 Februari 2022. Tanggal 2 Februari 2022 Kemen PPPA melakukan rapat koordinasi dengan Kemendagri dan KemenPANRB, dilanjutkan dengan 4 Februari 2022 Rapat Koordinasi lintas Kementerian/Lembaga terkait Upaya Percepatan dan Pembahasan DIM RUU TPKS. Pemerintah juga menghimpun masukan dari berbagai pihak termasuk jaringan/koalisi masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama/adat, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan lain sebagainya, melalui berbagai dialog dan konsultasi sepanjang tanggal 5, 6, 7 Februari 2022.
BIRO HUKUM DAN HUMAS
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id