Kemen PPPA Perkuat Kolaborasi Tangani TPPO di Kalimantan Barat
Siaran Pers Nomor : B-211/SETMEN/HM.02.04/7/2025
Kalimantan Barat (16/7) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menindaklanjuti kasus 565 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar pada Maret 2025 lalu. Dari 565 PMI, terdapat 109 pekerja migran perempuan.
“Kemen PPPA telah melakukan asesmen terhadap 109 pekerja migran perempuan yang menjadi korban dari tindak pidana perdagangan orang dan merujuk mereka ke daerah asal masing-masing untuk memastikan layanan lanjutan terpenuhi. Kami hadir untuk berdiskusi dengan Satgas TPPO daerah, khususnya Polda sebagai ketua satgas, untuk mendengar praktik-praktik baik pencegahan dan penanganan TPPO yang telah dijalankan,”ujar Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Kemen PPPA, Ratna Oeni Cholifah saat melakukan kunjungan kerja di Sambas pada (10/07).
Ratna Oeni menjelaskan bahwa 109 pekerja migran perempuan tersebut beberapa berasal dari Provinsi Kalimantan Barat, salah satunya Kabupaten Sambas. dengan Kabupaten Sambas yang menjadi salah satu wilayah penyumbang tertinggi Pekerja Migran Indonesia (PMI) bermasalah.
"Kabupaten Sambas menjadi salah satu wilayah penyumbang tertinggi Pekerja Migran Indonesia (PMI) bermasalah, mengingat posisinya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan tingginya mobilitas warga lintas batas. Pada wilayah perbatasan seperti Kabupaten Sambas, masih banyak masyarakat yang belum memahami prosedur migrasi yang aman. Untuk itu, dibutuhkan pelatihan berkelanjutan bagi korban maupun calon migran agar tidak kembali terjerat skema migrasi non-prosedural. Kemen PPPA menaruh perhatian serius terhadap perlindungan dan pemenuhan hak para perempuan korban, khususnya dalam aspek layanan lanjutan pasca-pemulangan," ujar Ratna Oeni.
Hasil koordinasi yang dilakukan Kemen PPPA dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kalimantan Barat mengungkap sejumlah faktor utama penyebab maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kalimantan Barat diantaranya adalah kemiskinan, diskriminasi gender, terbatasnya lapangan pekerjaan, serta persepsi bahwa bekerja di luar negeri lebih bergengsi. Selain itu, pernikahan anak dengan warga negara asing, khususnya asal Tiongkok dan Taiwan, juga masih banyak ditemukan di beberapa daerah seperti Kota Singkawang. Rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan turut memperburuk kerentanan perempuan terhadap praktik perdagangan orang.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pencegahan, Kemen PPPA hadir untuk mengawal DP3A Provinsi Kalimantan Barat yang berkolaborasi dengan BP3MI Kalimantan Barat untuk melakukan pemetaan terhadap daerah-daerah penyumbang kasus TPPO dan Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural. Revisi terhadap struktur Gugus Tugas TPPO tingkat kabupaten/kota juga tengah dilakukan. Kemen PPPA mendorong penguatan koordinasi lintas sektor khususnya di wilayah perbatasan, serta mendukung rencana pelaksanaan sosialisasi mengenai isu pengantin pesanan di Kota Singkawang.
Kemen PPPA mendorong masyarakat untuk senantiasa waspada serta mengajak semua perempuan apabila mengalami, serta seluruh masyarakat apabila mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani mengungkap kasus kekerasan yang terjadi. Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
BIRO HUMAS DAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Telp.& Fax (021) 3448510
e-mail : humas@kemenpppa.go.id
website : www.kemenpppa.go.id